Pacaran yang sehat

Pacaran yang sehat adalah hubungan antara dua orang yang berdasarkan pada saling pengertian, kepercayaan, dan komunikasi yang baik. Seperti halnya hubungan interpersonal lainnya, pacaran juga harus memiliki dasar yang kokoh dan saling menghargai satu sama lain.

Salah satu kunci utama dari sebuah hubungan adalah saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Ini berarti bahwa kedua belah pihak harus dapat memberikan penghargaan dan apresiasi satu sama lain, termasuk pada hal-hal kecil seperti ketepatan waktu dan perhatian terhadap detail yang mungkin terabaikan oleh orang lain.

Selain itu, komunikasi yang baik juga merupakan faktor penting dalam sebuah hubungan. Kedua belah pihak harus dapat berbicara dengan terbuka dan jujur ​​tentang perasaan, kekhawatiran, dan harapan mereka. Ini membantu mengurangi kemungkinan salah paham dan meningkatkan tingkat kepercayaan di antara keduanya.

Penting untuk mendapatkan perhatian

Penting juga untuk membangun kepercayaan dalam hubungan pacaran yang sehat. Ini mencakup saling percaya satu sama lain, mempercayai keputusan dan tindakan pasangan, dan juga memberikan privasi yang sesuai. Kepercayaan yang kuat membantu membangun fondasi yang kokoh dan dapat membantu mencegah konflik yang tidak perlu.

Dalam sebuah hubungan pacaran yang sehat, kedua belah pihak juga harus dapat memberikan dukungan satu sama lain. Ini berarti mendukung pasangan dalam keputusan mereka, menghargai keinginan dan tujuan mereka, dan membantu mengatasi rintangan yang mungkin terjadi dalam hubungan mereka.

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam sebuah hubungan pacaran yang sehat adalah menyepakati batasan-batasan. Ini mencakup menghormati batasan fisik, emosional, dan psikologis satu sama lain. Masing-masing pasangan harus merasa aman dan nyaman dalam hubungan mereka, dan tidak merasa terpaksa melakukan hal-hal yang tidak mereka inginkan atau merasa tidak nyaman.

Pacaran yang sehat juga harus menjalani dengan sikap yang dewasa dan bertanggung jawab. Ini berarti mengambil tanggung jawab atas tindakan dan keputusan, serta mengambil langkah-langkah yang perlu untuk menjaga hubungan tetap berjalan dengan baik.

Dalam akhirnya, sebuah hubungan pacaran yang sehat membutuhkan usaha dari kedua belah pihak untuk membangun dan mempertahankannya. Dengan dasar yang kokoh dalam saling menghormati, kepercayaan, dan komunikasi yang baik, pacaran yang sehat dapat membawa kebahagiaan dan kepuasan bagi kedua belah pihak.

Disclimer:
Yang menulis artikel ini adalah Artificial Intelegence.
Untuk informasi lengkapnya silahkan klik https://kataoktakartika.com

Miliki sekarang buku yang bisa melatih Anda untuk peka pada maksud tersembunyi dari pasangan Anda. Silahkan klik https://berbohongbelumtentubohong.kataoktakartika.com/

Pranikah atau Pra-nikah

Pranikah atau Pra-nikah sebenarnya merujuk pada hal yang sama, yaitu tahapan persiapan sebelum menikah. Namun dalam bahasa Indonesia, istilah “pranikah” lebih lebihsering daripada “pra-nikah”.

Meskipun kedua istilah tersebut dapat digunakan secara bergantian, namun ada perbedaan dalam penggunaan tanda hubung (-) pada kata “pra-nikah”. Dalam Bahasa Indonesia, penggunaan tanda hubung pada kata-kata majemuk seperti “pra-nikah” atau “pasca-sarjana” adalah sah dan benar. Namun, tanda hubung tersebut tidak digunakan dalam penggunaan sehari-hari atau dalam ejaan resmi.

Dalam hal ini, untuk menjaga konsistensi dan kesesuaian dengan ejaan resmi, maka lebih baik untuk menggunakan istilah “pranikah” tanpa tanda hubung.

Kembali ke topik pranikah, tahapan ini sangat penting karena melibatkan banyak aspek yang mempengaruhi hubungan suami-istri dan kehidupan mereka di masa depan. Pada tahap ini, calon pengantin perlu melakukan berbagai persiapan untuk memastikan pernikahan mereka dapat berjalan dengan baik.

Persiapan sebelum menikah:

  1. Persiapan mental dan emosional Calon pengantin perlu mempersiapkan diri secara mental dan emosional untuk menghadapi pernikahan. Hal ini meliputi pemahaman tentang makna pernikahan dan peran serta tanggung jawab dalam kehidupan pernikahan.
  2. Persiapan finansial Pernikahan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Calon pengantin perlu merencanakan dengan matang mengenai kebutuhan dan biaya untuk keperluan gedung pernikahan, catering, dekorasi, busana pengantin, dan lain-lain.
  3. Persiapan fisik dan penampilan Calon pengantin perlu mempersiapkan diri fisik dan penampilan mereka pada hari pernikahan, seperti pemilihan gaun pengantin, jas pengantin, dan aksesoris lainnya. Memperhatikan olahraga dan pola makan sehat jugaadalah hal penting untuk menjaga kesehatan fisik dan kebugaran tubuh.
  4. Persiapan spiritual dan agama Calon pengantin perlu memahami adat istiadat dan tradisi yang berlaku dalam agama dan budaya mereka. Hal ini dapat membantu dalam menghindari konflik di masa depan dan membangun kehidupan pernikahan yang harmonis.

Dalam tahap pranikah, calon pengantin juga dapat memperbaiki dan memperkuat hubungan mereka dengan berbagai cara, seperti mengikuti konseling pernikahan, mengikuti kursus persiapan pernikahan, dan melakukan komunikasi terbuka mengenai harapan dan kekhawatiran mereka.

Penyangkalan:
Yang menulis artikel ini adalah Artificial Intelegence.
Untuk informasi lengkapnya silahkan klik https://kataoktakartika.com

Miliki sekarang buku yang bisa melatih Anda untuk peka pada maksud tersembunyi dari pasangan Anda. Silahkan klik https://berbohongbelumtentubohong.kataoktakartika.com/

Pranikah adalah

Pernikahan adalah suatu bentuk ikatan dan komitmen antara dua orang yang ingin hidup bersama sebagai pasangan suami-istri. Sebelum melangsungkan pernikahan, ada suatu tahapan yang perlu dilalui yaitu pranikah. Pranikah merupakan tahapan persiapan sebelum menikah oleh calon pengantin. Tahapan ini sangat penting karena melibatkan banyak aspek yang mempengaruhi hubungan suami-istri dan kehidupan mereka di masa depan.

Persiapan aspek mental

Pertama adalah mempersiapkan aspek mental dan emosional. Calon pengantin perlu memahami betul makna dari pernikahan dan siap secara mental dan emosional untuk menghadapi pernikahan tersebut. Hal ini terutama penting dalam mengatasi stres dan ketegangan yang mungkin muncul selama masa persiapan dan pada hari pernikahan itu sendiri. Kesiapan mental dan emosional juga membantu calon pengantin untuk memahami peran dan tanggung jawab dalam kehidupan pernikahan.

Persiapan aspek finansial

Selain itu, persiapan finansial juga merupakan aspek penting dalam pranikah. Calon pengantin perlu memperhitungkan biaya-biaya yang diperlukan dalam pernikahan seperti biaya gedung, catering, baju pengantin, dan lain-lain. Persiapan finansial yang matang akan membantu menghindari masalah keuangan yang mungkin muncul di masa depan dan membantu pasangan suami-istri untuk membangun kehidupan yang stabil secara finansial.

Persiapan aspek penampilan

Tahapan pranikah juga mencakup persiapan fisik dan penampilan. Calon pengantin perlu merencanakan dan mempersiapkan penampilan yang akan mereka kenakan pada hari pernikahan. Hal ini termasuk pemilihan gaun pengantin, jas pengantin, dan aksesoris lainnya. Selain itu, calon pengantin perlu mempersiapkan kondisi fisik mereka untuk menjalani hari pernikahan yang sibuk. Dalam hal ini, olahraga dan pola makan yang sehat dapat membantu calon pengantin mempersiapkan fisik mereka dengan baik.

Persiapan aspek spiritual

Selain aspek-aspek di atas, pranikah juga mencakup persiapan spiritual dan agama. Calon pengantin perlu memahami adat istiadat dan tradisi yang berlaku dalam agama dan budaya mereka. Hal ini penting dalam menghindari konflik dan perselisihan di masa depan serta membangun kehidupan pernikahan yang harmonis.

Secara keseluruhan, pranikah adalah tahapan persiapan yang sangat penting sebelum menikah. Tahapan ini melibatkan banyak aspek yang mempengaruhi kehidupan pernikahan dan masa depan calon pengantin. Dengan persiapan yang matang dan teliti, pasangan suami-istri dapat membangun hubungan yang sehat dan harmonis serta memulai kehidupan pernikahan mereka dengan baik.

Disclimer:
Yang menulis artikel ini adalah Artificial Intelegence.
Untuk informasi lengkapnya silahkan klik https://kataoktakartika.com

Miliki sekarang buku yang bisa melatih Anda untuk peka pada maksud tersembunyi dari pasangan Anda. Silahkan klik https://berbohongbelumtentubohong.kataoktakartika.com/

Jangan Tunggu Sampai Senja

BAB 2

“Gak pulang mbak Ara?”

“Ntar aja, kerjaan belum kelar nih.”

Seperti biasa Diva selalu menyapa saat ia pulang kantor. Dan baru saja aku tersadar, jika ternyata sudah tiga bulan ini, sepertinya aku enggan untuk segera pulang. Ingin rasanya berlama-lama diluar. Ingin rasanya sekali saja pulang terlambat.

Entahlah, apa yang sedang terjadi padaku. Sepertinya sekarang sudah semakin sesak dada ini. Sepertinya pengen banget teriak sekencang-kencangnya. Melepaskan penat yang entah sudah setebal apa menutupi dada ini. Namun sepertinya aku belum punya keberanian. Entah sampai kapan, aku berani.

…………..sayang, malam ini aku pulang malam ya. Paling sekitar jam sembilan aku usahakan sampai rumah. Diajak teman kantor takziah dulu. Jangan lupa makan malam ya. …….

Chat mas Burhan yang baru saja aku baca, sontak membuatku sedikit tersenyum dan muncul ide dalam pikiranku. Aku juga akan pulang malam.

Tapi kemana ya aku akan habiskan waktu. Aku kan gak biasa lembur. Kalo nunggu di kantor, ntar malah jadi gosip baru untuk trio lancip. Ehm, jadi mikir deh. Aku kan gak mau masalah pernikahanku ini jadi bahan candaan mereka. Aku yang biasa menyelesaikan hari dengan rasa malas, tiba-tiba sore ini otakku mau diajak berpikir keras. Pokoknya hari ini, sampai rumahnya malam, sebelum mas Burhan datang aku harus sudah di rumah. 

“Jangan tunggu sampai senja, Ara. Ayo pulang.”

Suara managerku membuyarkan lamunanku akan rencana malam ini.

“Iya, bu. Ini saya sedang mematikan laptop saya”. Jawabku spontan sambil merapikan meja, mematikan laptop, menenteng tas kerja dan keluar ruangan. 

Di Dalam lift, otakku kembali mengajak untuk berpikir lebih keras lagi. Mau kemana sisa hari ini, Ara?.

Aku yang sudah setahunan ini selalu pulang tepat waktu. Rute perjalanan tiap harinya hanyalah rumah dan kantor. Sedangkan tiap weekend, waktuku hanya diisi untuk mengunjungi orang tua, belanja mingguan, nonton film dirumah, beberes rumah atau yang agak beda aktivitasnya, jika dikantor mas Burhan ada acara family gathering. Itu pun  hanya setahun sekali saja. Semenjak menikah, aku tidak pernah dapat ijin untuk nongkrong di cafe. Tidak lagi boleh nonton di XXI. Aku yang hanya diberi ijin untuk belanja baju online, atau hanya jika mas Burhan mau mengantarku belanja di mall. Itu pun hanya dua kali dilakukannya, setelah aku merajuk selama seminggu. 

“Ngapain sih, belanja di mall. Macet kesananya. Belum lagi cari parkirnya susah. Mending beli baju di online saja. Gak pake ribet.” Itu jawaban mas Burhan yang masih aku ingat dengan jelas sampai saat ini. 

Lift tepat berhenti di lantai lobi. Keluar lift, aku bergegas mengambil hp ku untuk memesan ojek online. Aktivitas wajibku setiap berangkat dan pulang kantor adalah memesan ojek. Aku tidak lagi diijinkan mengendarai mobilku ke kantor. “Biar kamu gak capek sayang. Lagipula kita kan jadi hemat BBM.” kata itu yang selalu didengungkan tiap aku merajuk supaya dapat ijin untuk naik mobil ke kantor.  Namun, sebelum senja datang di hari ini, aku tidak memesan ojek online. Aku malah memilih melangkahkan kakiku untuk keluar gedung perkantoran berlantai 30 ini tanpa tahu apa rencanaku selanjutnya. Aku mempercepat langkah kakiku, sepertinya aku tidak ingin kehilangan satu detik pun waktu untuk bebas. Dan saat aku menghirup udara di luar gedung kantor, senyumku semakin mengembang. Aku merasakan angin menerpa kulitku, rambutku, wajahku bahkan hatiku. Aku bahagia.

Aku barusan berjalan 50 m dari tempat kerjaku, namun hatiku sangat gembira. Senyumku tidak pernah lepas dari bibirku. Kepalaku bolak-balik aku olengkan ke kanan dan ke kiri, sembari menikmati udara kebebasanku. Bahkan beberapa bagian tubuhku bereaksi sampai merinding. Langkah kakiku sangat ringan ,dadaku menjadi lega. Aku bebas mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Tanpa tekanan. Bahkan dalam diriku, tak hentinya aku selalu ucapkan, “Nikmati hidupmu, nikmati hidupmu Ara.”

Jangan tunggu sampai senja, Ara. Ayo bebaskan dirimu, raih kembali kebahagiaanmu. Jangan biarkan senja melihat lagi air mata kesendirian mu. Jangan lagi senja membuatmu merasa tertekan. Jangan biarkan senja memaksamu masuk dalam kegelapan. Jangan lagi biarkan dirimu menangis seorang diri dibalik bantal. Jangan lagi biarkan kebebasanmu hilang ditelan norma pernikahan. Ayo Ara, jangan biarkan senja berlalu tanpa senyummu.

Aku berjalan menyusuri trotoar lalu melewati jalanan depan ruko. Aku berjalan dengan penuh semangat. Sambil sesekali aku memperhatikan jalanan yang mulai penuh sesak. Aku, yang akhirnya memilih mengambil rute seperti yang biasa ojek online lakukan, menyusuri gang kecil untuk sekedar mempercepat arah tujuanku. Aku sudah tahu akan kemana aku menghabiskan sisa hari ini. Aku semakin mempercepat langkahku di gang yang hanya bisa dilewati dua motor saja. Namun, setelah aku kembali ke arah jalan besar, aku memutuskan untuk berhenti di depan minimarket. Aku mengambil hp ku, melihat apakah ada chat dari mas Burhan. Ah, ternyata tidak ada. Hanya ada chat dari teman seniorku saja, mengingatkan jika besok ada meeting pagi. Setelah aku membalas chat dari teman seniorku. Aku segera masuk ke minimarket tersebut. Berhenti sejenak, mendinginkan tubuh yang hampir basah oleh keringat. Aku meneguk satu botol minuman mineral yang aku ambil dari rak samping dekat kasir. Segera setelah aku bayar, aku bergegas keluar minimarket tersebut. Namun saat aku berada di depan pintu kaca, aku kembali mengambil hp ku. Aku memesan ojek online untuk menemaniku melanjutkan perjalananku. 

Jangan tunggu sampai senja, Ara. Jangan mau lagi kegelapan menyelimuti dirimu. Kalimat itu kembali terngiang di kepalaku. Aku menarik nafas panjang. Aku mengepalkan kedua tanganku. Aku berdoa sejenak untuk meminta kekuatanNya. “Aku mau bahagiaaaaaa…….” teriakku tanpa suara.

Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 20.55. Kurang 5 menit lagi, jika sesuai jadwal mas Burhan akan tiba. Malam itu, aku habiskan di atas tempat tidur dengan memeluk erat mamaku, sementara papaku hanya mengelus punggungku sambil diam seribu bahasa di sampingku. Sementara ketiga adikku hanya melihatku dari depan pintu kamar saja. Ya, aku memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuaku. Namun sebelumnya, aku sempatkan untuk pulang ke rumah kami untuk mengambil barang pribadiku, baju kerjaku, mengendarai lagi mobil kesayanganku dan menulis surat perpisahan untuk mas Burhan.

…………….Mas Burhan, aku sangat mencintaimu. Saking cintanya aku padamu, sampai aku sangat membenci diriku sendiri. Aku yang sudah lelah dengan pernikahan ini, namun selalu aku abaikan. Hingga hari ini, entah darimana tiba-tiba aku mendapat keberanian untuk mengatakan. Terima kasih untuk kursi yang kau berikan untukku saat kali pertama kita bertemu. Terima kasih untuk surprise lamaranmu yang membahagiakan keluargaku. Terima kasih sudah mengajakku ke pulau dewata saat bulan madu. Seminggu full aku bisa menikmati pantai dari pagi hingga malam hari. Terima kasih untuk kecupanmu yang tanpa henti saat kita di Bali. Terima kasih untuk kenangan indah yang sampai saat ini hinggap di memoriku. Dan sekarang aku ingin mengisi hidupku dengan kenangan indah yang lainnya, seorang diri. Tanpa mas Burhan. Terima kasih untuk perjumpaan kita. Maafkan aku, ketika aku menjadi istrimu, aku banyak melakukan kesalahan. Aku belum bisa menjadi istri yang baik. Maafkan Ara. 

Aku pamit ya mas……………

salam 

Ara

—————————————————————————————————————-

Nit,15 Okt’22

Berpisah atau Bertahan ?

BAB 1

Pagi ini, sayup-sayup aku mendengar lagu “Ku Kira Kau Rumah” dari speaker laptop teman kerja yang duduk di samping kiriku. Ah, itu memang kebiasaan Diva dari awal masuk kerja sampai saat ini. Kalau dengarkan lagu saat kerja males pake earphone. Jadi teman sekitarnya bisa  mendengar. Pernah suatu kali Diva ditegur oleh teman senior, jawabannya selalu sama dan dijawab dengan enteng banget, “Biar berasa ada temannya, Pak”. 

Aku sudah berulang kali mendengarkan lagu tersebut, dari yang awalnya tidak tahu hingga aku hafal lirik lagunya. Itu lagu favoritnya Diva. Tapi mengapa, hari ini saat aku mendengarkan lagu tersebut dan mendengarkan ucapan Diva, membuat hatiku sedih. Ada dalam bagian diri, yang merasa teriris-iris. Sakit tapi tak berdarah. Aku tiba-tiba merasa sendiri, aku tanpa teman. Yang kukira rumah ternyata hanya aku sewa.

Aku melirik ke arah jam tanganku, hari ini tanggal 14 Oktober, tepat 16 bulan yang lalu, aku menerima lamarannya mas Burhan. Suamiku yang sudah menikahiku selama satu tahun. 

Mas Burhan bukanlah orang yang romantis, orangnya sedikit bicara namun sopan dan baik hatinya. Itu menurut pandanganku saat kali pertama aku mengenalnya. Kami dipertemukan di salah satu acara seminar bisnis. Kami berdua sama-sama mendapat mandat dari kantor untuk hadir. Kala itu, aku datang terlambat saat seminar. Aku kebingungan mencari kursi yang masih kosong. Ternyata aku berdiri di sampingnya mas Burhan. Dan sontak ia langsung berdiri, memberikan kursinya untukku, sementara iya memilih berpindah kursi paling depan yang ternyata masih kosong.

Dua hari di seminar yang sama, mampu membuatku memberikan no handphone ku padanya. Entah apa yang menjadi alasanku kala itu. Apakah karena aku merasa nyaman atau hanya sekedar membalas budi saja. Entahlah, yang aku ingat hanyalah tiga bulan setelah itu kami resmi memadu kasih menjadi sepasang kekasih. 

Setahun pacaran, sepertinya membuat mas Burhan yakin untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Dan tepat hari ini, 16 bulan yang lalu, pagi hari sekitar pukul enam. Tiba-tiba rumahku yang biasa ribut masalah berebut kamar mandi, ataupun sekedar berebut selai untuk sarapan. Maklum saja, rumah tipe 72 yang penuh sesak dihuni oleh 2 lansia, 1 orang dewasa, 1 anak remaja dan 2 anak kembar yang berseragam merah putih. Berubah menjadi ribut yang lain. Keributan yang pertama datang dari papaku, orang yang paling kalem, pagi itu memanggil namaku dengan kencang dan berulang kali. Aku yang biasanya paling akhir meninggalkan rumah, karena jarak rumah ke kantor hanya sekitar 30 menit, mendadak turun dengan masih memakai piyama, lengkap dengan masker wajah dan rol poniku. Lalu yang kedua, mamaku. Ternyata beliau juga ikutan berteriak dengan suara sumbangnya, memanggil-manggil namaku. Menyuruhku untuk bergegas turun. Yang ketiga, si kembar  Ana dan Ani, karena melihat mama papa berteriak mereka pun ikutan berteriak dan memanggil namaku bak artis papan atas. Dan yang membuatku lebih heran lagi saat aku turun tangga, aku melihat adikku lelaki satu-satunya, tiba-tiba berdiri menyambut ku sambil membawa handphone yang mengarah kepadaku.

 “Dek, ada apa?”

“Lihat aja ‘ndiri.”

Aku melangkah menuju ruang tamu, aku melihat papa, mama, adik kembarku semua tersenyum sambil kompak meneriakkan “Buka pintu…..buka pintu”.

Krekkkkk…….pintu asli dari kayu jati bekas rumah kakek, aku buka perlahan-lahan. 

“Ara, maukah kau menikah denganku?”

Aku melihat mas Burhan berlutut di hadapanku, memakai kemeja putih dibalut jas berwarna hitam. Rambutnya rapi dan wangi. Di tangan kirinya ada buket bunga dan tangan kanannya memegang cincin emas yang cantik. Dan terlihat manis di jariku saat ini. 

Aku mengawali perjalanan pernikahan dengan penuh cinta dan penuh harap. Aku kira aku sudah menemukan rumah untuk pulang. Aku kira akhirnya aku punya teman hidup. Teman ngobrol, teman curhat, teman yang bersedia membuka telinganya untuk mendengarkan keluh kesahku. Aku orangnya yang butuh teman ngobrol. Sebelum menikah, aku selalu curhat ke mama. Aku pikir dengan menikah, maka aku akan punya teman curhat yang baru. Namun, ternyata tidak.

Aku tidak lagi bercerita tentang apapun kepada siapapun. Setiap aku membuka mulut untuk bercerita, bibirku selalu bergetar. Suaraku tiba-tiba mengecil, mengecil lalu menghilang. Pernah aku berpikir untuk bercerita ke Diva, saat dia sedang asyik menyanyikan lagu favoritnya. Aku hanya ingin mengeluarkan perasaanku lewat kata-kata, aku hanya ingin mengeluarkan saja, tanpa perlu didengar ataupun diberi solusi. Namun niat itu urung aku lakukan. Karena aku selalu ingat peristiwa seminggu setelah kami pulang dari Bali untuk bulan madu. Mas Burhan tiba-tiba marah, saat aku asyik bercerita panjang lebar, manakala ia baru saja berhasil menerobos kemacetan dari kantor ke rumah. Aku baru kali pertama melihat mas Burhan matanya melotot, suaranya meninggi dan jari telunjuknya mengarah kepadaku.

“Bisa diem gak! Banyak bacot. Berisik!!!!!”

Sejak hari itu, aku berubah. Aku yang dulunya banyak bicara, ceria, selalu berusaha membuat keadaan sekitar selalu penuh tawa. Sekarang menjadi diam, hati-hati jika akan berbicara, lebih banyak hidup dalam sunyi. Awalnya hanya dengan mas Burhan saja, namun lambat laun menjalar juga ke keluargaku, teman kantor bahkan ke diriku sendiri. Hingga hari ini, tiba-tiba saja aku membicarakan tentang diriku. Aku mengajak diriku bicara jauh ke dalam tentang hidupku terutama pernikahanku. 

“Mbak Ara,……mbak Ara. Are you ok?”

Goyangan lembut Diva di bahuku membuyarkan perenunganku. Aku hanya membalas Diva dengan anggukan dan senyuman saja.

Aku memutuskan untuk menyudahi perenunganku hari ini. Aku memutuskan untuk fokus lanjut kerja. Dan saat aku hendak berdiri menuju ke kamar mandi untuk membersihkan riasanku yang berantakan karena airmataku. Tiba-tiba mataku tertuju pada coretanku di kertas HVS bekas.

………………berpisah atau bertahan.

Nit, 14 Okt’22


Akhirnya bisa wisata ke Spanyol

Ini kisah nyata. Tentang seorang istri yang berhasil mewujudkan impiannya. Tentang suami, anak, dan jalan-jalan ke Spanyol.

Kisah nyata ini kami ceritakan pada Anda, dengan seijin yang bersangkutan. Untuk menginspirasi kita akan pentingnya impian dalam mengarungi kehidupan pernikahan

Beberapa hari lalu, di suatu siang. Kami terkagum dengan postingan di akun Instagram salah satu klien kami. Anggap saja namanya S. Seorang perempuan yang menghabiskan masa kanak-kanak dan remajanya di pulau Jawa. Kemudian bekerja dan berumah tangga di Munchen, Jerman.

Seperti biasa, kami kerap menyapa kawan dan klien kami melalui akun Instagram atau Facebook kami. Saling berbagi kabar, sambil juga mencari tahu perkembangan pasca konsultasi dengan kami. Setidaknya selalu berbagi aura positif dan kebahagiaan adalah baik untuk dilakukan. Termasuk melalui medi sosial.

Dalam obrolan itu, angan kami pun melanglang buana menerobos sekat waktu menuju masa lalu. Yakni ketika S berkonsultasi dengan kami. Sekitar setahun lalu. Ketika awal-awal pandemi Covid-19 melanda dunia.

Saat itu S sedang ada masalah dengan suaminya. Sehingga cukup membuat gonjang-ganjing rumah tangga. Apalagi ada baby yang masih kecil dan membutuhkan perhatian kedua orang tuanya. Tapi mohon maaf kami tidak bisa menceritakan detil permasalahan S saat itu. Rahasia profesi. 😊😁

Menurut peraturan disana, permasalahan yang sedang mereka hadapi mengharuskan mereka untuk melakukan konsultasi pernikahan. Suami dan istri bisa memilih sendiri konselor yang cocok untuk mereka. Dan S menjatuhkan pilihan pada kami, Kata Okta Kartika. Menurut pengakuannya saat itu, kami sebagai orang Indonesia, lebih bisa memahami kondisinya, daripada konselor di sana. Mungkin kami dan S memiliki latar belakang yang sama. Seperti Anda juga. Kita sama-sama lahir dan besar di negeri +62 yang unik dan penuh kebhinekaan.

Pendek kata, Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan. S pun menemukan “jalan”-nya. Dia mencapai kehidupan yang lebih baik setelah berkonsultasi dengan kami. Seperti dia sampaikan dalam pesan text berikut ini:

konsultasi perceraian
Testimoni S satu tahun lalu

Kembali pada awal cerita kami sebelumnya. Saat kami terkesima oleh postingan S di Instagram. Sehingga kami tergelitik untuk bertanya, dan terjadilah obrolan yang inspiratif.

Kemudian obrolan lanjut di Direct Message berikut ini:

Kurang lebih demikianlah obrol kami. Meskipun singkat, namun sarat akan makna. Sehingga bagaimana S bisa memperbaiki hubungan dengan suami, membangun kedekatan dengan anak.

Pelajaran yang bisa kita dapatkan:

  1. Memilih konselor yang bisa memahami sisi perempuan dan sisi laki-laki
    Saat pikiran dan hati sedang kalut. Maka sulit untuk berpikir jernih. Apalagi jika hati ini terlanjur penuh oleh rasa marah, kecewa, sedih, hingga nelangsa. Inginnya hanya hajar atau kabur. Sepertinya tidak ada pilihan yang lain.
    Dalam kondisi seperti ini, jika memaksakan untuk mengambil keputusan. Khawatirnya keputusan yang diambil adalah keputusan emosional, yang berpotensi untuk disesali di kemudian hari. Maka butuh pihak ketiga, yang tidak ada hubungan emosional dengan kedua pihak, serta memiliki latar belakang ilmu dan pengetahuan yang mumpuni untuk membantu melihat permasalahan dari perspektif yang berbeda.
    Pilihan untuk berkonsultasi dengan Kata Okta Kartika merupakan langkah yang tepat. Secara Okta dan Kartika adalah konselor profesional berpangalaman. Serta keduanya adalah suami istri. Jadi bisa lebih berimbang dalam menganalisa permasalahan rumah tangga.
  2. Memiliki impian
    Impian ibaratnya tujuan hidup. Jika tujuannya jelas, maka perjalannya pun juga jelas. Dengan memiliki impian yang detil, maka bisa menjadi filter pikiran dan hati. Hal-hal apa saja yang perlu dipikir dan dirasakan, dan hal-hal apa saja yang layak untuk diabaikan. Dengan kesadaran akan impian yang jelas, maka pikiran, perasaan, serta tindakan bisa fokus pada hal-hal yang mengantarkan pada perwujudan impian.
  3. Bersama pasangan membuat kesepakatan
    Pasangan suami istri ibaratnya adalah sebuah tim yang berjuang bersama untuk mewujudkan impian. Ibarat supir bis dan kenek. Yang saling bahu membahu, menyelesaikan berbagai tantangan dan masalah dalam perjalanan mencapai terminal tujuan. Maka perlu saling merendahkan hati dan saling menghormati. Untuk membuat kesepakatan bersama, tentang membagi tugas rumah tangga, tentang bagaimana suami memberikan perhatian pada istri dan sebaliknya, serta kesepakatan apapun saja yang berkaitan dengan “perjalanan” rumah tangga. Ditembah dengan komitmen dan saling percaya pada pasangan.
  4. Memilih kompak dengan pasangan
    Sepasang suami istri adalah sebuah tim. Hanya mereka berdua dalam pernikahan. Sebagai raja dan ratu pemegang kebijakan keluarga. Bisa juga ditambah anak sebagai anggota. Suaranya wajib untuk mendapat perhatian, khususnya jika anak sudah bisa berpendapat. Selain daripada itu, statusnya adalah orang luar. Termasuk orang tua.
    Pengambil keputusan terletak pada suami dan istri. Orang tua, atau konselor sehebat Okta dan Kartika pun sifatnya hanya membantu memberikan wawasan saja. Bukan memaksakan pendapat, apalagi ikut campur dalam pengambilan keputusan.
    Memilih kompak dengan pasangan, adalah langkah yang bijaksana. Demi kebahagiaan dan keutuhan keluarga.

Demikian pelajaran yang bisa kita dapatkan dari S, klien kami. Beliau telah mendapatkan manfaat dari konsultasi dengan Okta Kartika. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga ingin dibantu oleh Okta Kartika?

Informasi konsultasi privat bersama Okta Kartika silahkan |KLIK DISINI|

Begini rasanya di-iya-in terus

Ketika pagi menjelang siang. Sambil menemani anaknya bermain balok konstruksi. Pasturi ini asik nonoton serial Criminal Minds, dan tiba-tiba sang suami berkata :

Suami: Cin.. cin…

Istri: Ada apa sayang…

S: Kayaknya audio mobil perlu diupgrade deh…

I: Oke, ya diupgrade lho… (dengan nada enteng)

S: (ekspresi heran. Kok tumben gak ada perlawanan)
Lalu LCD projektor mini, yang kapan lalu kita lihat di counter. Jadi kita beli kah ?

I: Boleh… Sekalian nanti habis dari tempat upgrade audio mobil aja gimana. (dengan nada enteng pula)

S: (semakin heran dengan respon santai istrinya)
Oh iya. Aku butuh tangga aluminium 4 meter untuk biar gampang pas bersihin AC ruang keluarga. Kapan lalu aku lihat ada promo di ***hardware. Gimana, sekalian dibeli juga kah ?

I: Boleh. Seklaian aja. Kan tempat beli LCD projektor, dan beli tangga kan masih satu mall. Yang penting bisa bawanya.

S: (ekspresi semakin heran)
Cin kok tumben gak ada penawaran sama sekali…

I: Kenapa sayang…? Gak enak ya di iya in terus. (sambil senyum)
Padahal konon banyak suami yang bete karena di-enggak-in terus sama istrinya. Sampai kadang harus sembunyi-sembunyian dari istrinya. Sembunyiin penghasilan tambahan atau bohong tentang kegiatan sampingan.
Lha kamu tak-iya-in malah bingung. Hehehehe…..

S: Ya setidaknya ada ribut-ributnya dikit lah. Hehehehe…..

I: Oooooo… gitu ya…. Maksudnya ne mau ngajakin ribut??? (sambil senyum dan cubit lengan suami)

S: Aduuuh…. (sambil kegelian)
Bukan gitu sayang. Maksudku itu, kita ada obrolan yang seru gitu. Bukan ribut berkelahi dan adu menang. Kalau kamu cuma iya, iya, iya terus, jadi kayak robot donk. Ga bisa diajak diskusi.

I: Oooooo gitu ya….. Jadi selama ini kamu anggap aku robot??? (senyum dan cubit pipi suami).

S: Aduuuuh…. Sekarang pipi deh yang kena…(sambil senyum-senyum).
Yaaa kan lebih baik diskusi sama istri. Saling tukar pendapat, tukar informasi, tukar perspektif. Apalagi kan otak cewek dan cowok kan memang beda dari sononya. Jadi bisa aja kan, ada hal-hal yang nggak dirasa cowok, tapi cewek bisa merasa. Atau ada hal-hal yang cewek nggak lihat, tapi cowok melihat.

I: Iya sih. Bener juga. Aku jadi ingat kata temanku yang psikolog. Kata dia tu suami istri tu perannya mirip supir dan kenek bis antar kota. Si supir bertugas mengendalikan laju bis, dan duduk di sisi kanan. Sedangkan si kenek bertugas untuk memberikan aba-aba dan mengawasi di sisi kiri. Supir dan kenek memiliki area pandang yang berbeda, apalagi ketika jalan macet. Andaikata ada perdebatan atau selisih paham pun, itu hanya hal-hal yang penting saja. Mereka nggak bakal berdebat untuk menang sendiri. Bagi mereka, yang penting bis ini bisa cepat sampai tujuan, dengan aman dan selamat.

S: Sip sepakat. (sambil cium kening)
Itu baru istriku. Sudah cantik, berwawasan, pintar ngatur duit lagi.

I: Ya iyalah. Kalau aku gak pintar, mana bisa aku dapetin kamu… Hehehehe…

Obrolan tiba-tiba terhenti saat sang anak berseloroh sambil menunjukkan karyanya, “Romo – bunda, aku ini bikin mall. Ayok kita pergi ke mall”.

Dan pasutri itupun spontan saling memandang sambil tersenyum kaget dan bergumam, “Lha…. Kok jadi tiba-tiba ngajak ke mall”.

Ternyata Ini Profesi Suami

Suatu siang didalam kabin penumpang pesawat, saat perjalanan dari ibu kota menuju pulau yang lain untuk urusan bisnis. Seperti biasa sambil menikmati pemandangan di atas awan, Istri sedang asyik membaca buku motivasi yang ditulis oleh salah satu motivator ternama di negeri ini. Sedangkan Suami sedang serius nonton film yang dibuat berdasarkan novel yang ditulis oleh JK.Rowling.

Tiba-tiba Istri nyeletuk :

Istri: Cin, kita ne kan ada banyak yang dikerjakan. Ya ini lah, ya itu lah. Terus misalnya kamu ditanya orang, “profesinya apa ?” kamu jawab apa ?

Suami: Ya aku jawab profesiku kepala keluarga.

I: Kok gitu ?? (ekspresi heran)

S: Lha terus apa donk ? (sambil senyum)
Profesiku tu kepala keluarga. Kalau ada pekerjaan atau bisnis yang sedang aku lakuin sekarang, itu hanya sarana aja. Sama seperti kepala kantor yang nyetir mobil sendiri, sambil antar anaknya sekolah, lalu lanjut berangkat ke kantor. Kan bukan berarti dia pekerjaannya jadi supir kan ?

I: Hmmmmm….

S: Sama dengan kepala-kepala yang lain. Misalnya kepala negara, ya waktu dan perhatiannya banyak tercurah untuk negara. Misalnya lagi kepala instansi, ya hidupnya banyak untuk mikirin instansinya. Nah kalau kepala keluarga, ya perhatian dan waktunya banyak untuk keluarga.

I: Co cuwiiiittt…..

S: Malah aku sudah berencana lebih dari profesi sebagai kepala keluarga.

I: Maksudmu ???

S: Aku pingin punya pekerjaan sebagai kepala keluarga. Ya kerjanya antar anak kita jadwalnya konser dimana, atau ikut kompetisi apa. Kita bertiga bisa jalan-jalan keliling dunia. Ngobrol-ngobrol tentang berbagai fenomnea dan keindahan alam yang kita temui di perjalanan kita. Berbagi kebahagiaan dengan banyak orang di belahan dunia manapun. Asyik kan ??

I: Lha terus, pemasukan keuangan kita dari mana ?

S: Hehehehe…. Terimakasih ya…
Kamu memang emak-emak banget… Hehehe…

I: (sambil manyun nggemesin)

S: Pertama yang harus selalu kita yakini adalah rejeki, termasuk pemasukan keuangan, itu datangnya dari Tuhan. Beliau akan kasih kita rejeki dari berbagai jalan yang kita nggak sangka. Bisa dari bisnis yang kita lakukan sekarang, atau dari jalan manapun juga.

Selesai

Status Nyinyir

Suatu sore yang cerah. Pasutri ini asik duduk di bangku taman. Menikmati jajanan jalanan, sebungkus sempol goreng, dan jagung serut yang ditaburi parutan keju yang lumer. Sambil menikmati pemandangan mentari yang bersiap untuk ganti sift dengan sang rembulan. Serta ngawasin si kecil yang tampak bahagia berlari kesana-kemari mengelilingi taman kota yang asri ini. Kemudian, obrolan pun mulai terjadi :

Istri : Cin. Aku sudah lama pingin sharing hal ini sama kamu. Cuma aku masih pingin nemu jawabannya sendiri.

Suami : Cerita apa sayang ?

I: Beberapa bulan ini, setiap aku posting sesuatu. Khususnya yang berkaitan denganku. Misalnya aku posting tentang bisnis kita, atau aku posting pas aku sedang ada dimana, atau pas aku posting foto kita. Ada beberapa orang yang selalu coment dengan nada yang nyinyir. Emang gak semua sih, hanya sebagian sangat kecil aja yang gitu.

S: Lalu ?

I: Awalnya sih aku ngerasa terganggu dengan coment mereka. Kok mesti dibilang “sombong” lah, dibilang “pamer” lah, dibilang “gitu aja diposting”, dan macam-macam lagi. Bete gak sih ?! Coba kalau kamu yang digituin. Sumpeg ga?

S: Terus ?

I: Ya lama-lama ku cuekin aja. Meskipun sampai sekarang masih suka gitu.

S: Itu teman sosmedmu, kamu kenal atau enggak ?

I: Ada yang kenal, dan ada yang enggak.

S: Ya wis. Bagaimana kalau misalnya dia teman gak kenal, atau kenal tapi hanya sekedarnya, delcon aja.
Kalau dia teman atau bahkan mungkin saudara, cuekin aja postingnya.

I: Gitu ya.

S: Iya. Apalagi kan teman-teman di sosmed tu beraneka ragam. Anggap saja ada dua kelompok. Kelompok orang-orang yang berfikir positif, dan kelompok orang yang berfikir negatif.
Kalau orang-orang yang berfikir positif, biasanya kalau kamu posting tentang kesuksesan, atau tentang liburan, tentang apapun. Maka dia akan kasih “like”, atau bahkan coment yang kurang lebih ngomongnya gini : “wah asik ya”, “keren”, “sukses ya”, “semoga aku cepat nyusul”, dan lain-lainnya. Diapun suka posting hal-hal yang memberi semangat, bahagia, humor, dan macam-macam yang bikin teman lain yang baca postingnya jadi adem, senang, bahagia, dan terinspirasi.
Adakah teman sosmed mu yang begitu ?

I: Ada banyak banget.

S: Sip. Berarti wall mu akan bikin kamu sehat mental.
Nah…. Beda lagi kalau kelompok orang-orang yang berfikir negatif. Misalnya kalau kamu posting tentang kesuksesan, atau pas kamu liburan, maka dia akan iri. Sehingga komentarnyapun nyinyir ke kamu. Dia pun suka posting status mengeluh, meratap, menghujat, bahkan sampai sarkasme.
Kamu punya teman sosmed yang begini ?

I: Ya ada. Itu yang kumaksud sebetulnya. Hehehe…

S: Itulah. Kamu nggak bakalan bisa merubah karakter mereka. Yang bisa kamu lakukan adalah mengendalikan pikiranmu. Kalau kamu cuekin teman-teman sosmedmu yang negatif, maka kamu sama dengan sudah melindungi pikiranmu dari racun infomrasi. Pikiranmu jadi sehat, hatimu tetap bahagia, dan fisikmu selalu bugar.

I: Iya ya. Kalau direnungkan, bener juga sih.
Kalau aku amati, teman sosmed yang aku kenal, hidupnya ya seperti postingnya dia. Yang berfikir positif hidupnya punya progress yang bagus. Sedangkan yang berfikir negatif, hidupnya ya stag disitu-situ aja.

S: Dengan begini kan kita bisa saling ngingetin. Eeee… kali aja ada salah satu dari kita yang lupa, termakan emosi oleh posting atau coment teman sosmed yang negatif, kita bisa langsung netralisir. Jangan sampai keruwetan wall di sosmed dibawa kerumah.

I: Hehehe… Terimakasih ya sayang, dah ngingetin.

Langitpun semakin gelap. Si kecil pun mulai garuk-garuk dijilatin nyamuk yang keluar hanya sore hari.
Dan keluarga happy inipun beranjak pulang. Dan melanjutkan kemesraan di rumah.

Selesai