
WFH Cofid – Meningkatnya korban Cofid-19 memaksa pemerintah untuk menerapkan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat pada bulan Juli tahun 2021. Sehingga mau atau tidak mau, berbagai instansi pemerintah maupun swasta menerapkan WFH (Work From Home).
Bercermin dari masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang pernah berlaku tahun lalu, tahun 2020. Saat itu hampir semua instansi juga menerapkan WFH. Hampir semua karyawan instansi pemerintah maupun swasta melakukan pekerjaannya secara daring dari rumah. Pemerintah memberikan larangan keras karyawan untuk berkumpul, apalagi berkerumun. Hal ini membuat suasana ruang perkantoran menjadi sangat lengang. Sangat minim orang yang ada disana.
Memang WFH Cofid memiliki tujuan utama untuk memutus mata rantai penyebaran Cofid-19. Semakin sedikit karyawan yang berkumpul, maka penyebaran Cofid-19 juga semakin berkurang. Selain itu pola kerja baru ini, bisa meningkatkan efisiensi biaya operasional ruang kantor, dan pribadi karyawan. Instansi tidak perlu menyediakan ruangan, listrik, kebersihan kantor, dan lain sebagainya. Karena setiap karyawan bekerja dari rumahnya masing-masing, dan saling terinegrasi melalui jaringan internet satu sama lain.
Meski demikian, karena para karyawan ini bekerja dari rumah, maka rawan terjadi ribut dengan pasangan atau keluarganya. Sebelum pandemi, atau sebelum WFH, suami istri masing-masing memiliki ruang kerjanya masing-masing. Termasuk istri yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, memiliki keleluasaan dalam menata rumah, selama suaminya bekerja di luar. Kemudian semua kebebasan ekspresi dalam bekerja itupun menjadi sirna ketika WFH. Suami dan Istri berkumpul dalam rumah, melakukan pekerjaannya masing-masing dengan berbagai ekspresinya. Belum lagi anak-anak yang juga melakukan pembelajaran daring dari rumah. Bisa semakin menambah pemicu stress yang berujung pada pertengkaran.
Penyebab pertengaran pasutri saat WFH Cofid
Setiap pasangan punya masalahnya masing-masing. Mereka juga memiliki cara penyelesaiannya masing-masing. Selain pula ada diantara pasangan yang lebih memilih untuk tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi. Cenderung memilih untuk lari dari masalah. Apapun itu setiap pasangan suami istri memiliki otorita masing-masing untuk memilih cara dalam menghadapi masalahnya. Termasuk juga dengan pertengkaran.
Banyak penyebab pertengkaran suami istri yang terjadi saat WFH. Diantaranya adalah:
- Memang terbiasa bertengkar.
Jika pasangan suami istri sudah terbiasa melakukan pertengakaran, sejak sebelum pandemi atau sebelum masa WFH. Bisa jadi pertengkaran yang terjadi saat WFH, bukan karena WFH atau saat bekerja di rumah. Namun sudah menjadi kebiasaan merekam ketika menghadapi masalah dengan cara bertengkar. - Belum terbiasa menjadi pekerja profesional di rumah.
Sebelum tempat kerja menerapkan WFH, ketika suami dan istri memiliki wilayah kerjanya masing-masing, mereka bisa bebas berekspresi saat bekerja. Mereka benar-benar berperan sebagai pekerja profesional. energi tubuh dan pikiran mereka bisa fokus pada urusan pekerjaan saja. Mereka sangat minim berpikir tentang kondisi rumah. Seperti air tandon sudah penuh atau belum, air galon masih ada atau sudah habis, anak yang masih kecil makanannya tumpah atau tidak, AC kamar sudah off atau belum, dan masih banyak lagi urusan rumah lainnya. Kecuali pada situasi darurat saja.
Namun saat suami dan istri sama-sama bekerja di rumah. Terjadi kerancuan antara peran sebagai pekerja profesional, sebagai istri/suami, dan sebagai orang tua. Mereka saling bingung menempatkan diri. Kapan mengurusi urusan pekerjaan, dan kapan mengurusi urusan keluarga. Misalnya saat fokus menerima telepon dari kolega, tiba-tiba anak yang masih kecil minta Anda untuk menemaninya buang air besar. Sedangkan di saat yang sama, pasangan juga sedang menerima telepon dari kliennya. Atau ketika sedang fokus membalas WA dari atasan, tiba-tiba istri minta tolong untuk mengganti galon air di dispenser. Dan berbagai kondisi lainnya.
Kerancuan peran tersebut bisa mempengaruhi suasana hati suami-istri dalam melakukan pekerjaan profesional di rumah. Ujung-ujungnya berakhir dengan pertengkaran. - Belum adanya keselarasan kepribadian.
Kondisi ini terjadi ketika pasangan suami-istri saat menikah hingga saat ini belum memiliki keselarasan ataupun belum saling menerima pasangannya apa adanya. Mereka hanya mau menerima sifat atau kebiasaan pasangannya seperti yang dimaui saja. Sifat-sifat asli atau kebiasaan lainnya yang tidak dimaui, mereka pendam sendiri, dan akan dilakukan ketika diluar rumah. Maka sebelum WFH suami-istri bisa bebas memunculkan sifat-sifat atau kebiasaan asli yang tidak dikehendaki muncul di rumah, merea bisa munculkan di tempat kerja. Misalnya istri yang aslinya banyak omong, namun selalu mendapat amarah dari suaminya jika banyak omoong di rumah. Maka si istri ini bisa jadi akan banyak omong di tempat kerjanya. Suamipun deikian, misalnya punya kebiasaan merokok, namun istri melarangnya untuk merokok di rumah atau di sekitar rumah. Maka bisa jadi suami akan merokok di tempat kerjanya. Bisa Anda bayangkan jika suami dan istri ini WFH. Bisa jadi kebiasaan dan sifat asli tersebut tanpa sengaja muncul. Dan kemudian menjadi bahan pertengkaran. - Meledaknya kemarahan yang lama terpendam.
Ketika suami-istri memiliki kemarahan yang terpendam. Bisa jadi saling enggan untuk berjumpa, bertatapan mata, hingga engan untuk berkumpul bersama. Namun sebelum WFH, mereka bisa meminimalisir kemarahannya dengan bekerja di luar. Sehingga sangat sedikit waktu untuk berjumpa di rumah. Itupun berjumpa saat tidur malam saja. Selebihnya melakukan kegiatan masing-masing.
Namun ketika WFH Cofid, mereka bersama-sama dalam waktu berhari-hari di rumah. Kebencian dan rasa marah tanpa disadari akan muncul, dan menggunakan masalah-masalah sepele sebagai bahan untuk terjadinya pertengkaran. - Kebutuhan dasar yang belum terpenuhi.
Secara manusiawi manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Khususnya kebutuhan dasar. Meskipun setiap orang memiliki standarnya masing-masing tentang kebutuhan dasar ini. Meskipun secara umum yang termasuk kebutuhan dasar adalah kebutuhan akan pakaian, makanan, dan tempat tinggal. Namun pakaian seperti apa, makanan yang bagaimana, dan temapt tinggal macam apa, setiap pasangan suami-istri memiliki standarnya masing-masing. Beljum lagi kebutuhan psikologis berupa perhatian. Yang pasti, jika kebutuhan dasar ini belum terpenuhi, maka seseorang akan mudah stress. Salah satu dampaknya adalah mudah marah dan memicu pertengkaran.
Cara Menghindari Pertengkaran Suami-Istri
- Belajarlah untuk saling menerima kondisi pasangan apa adanya, tanpa bermaksud untuk merubah. Segala hal baik dan hal buruk pada pasangan, terimalah dulu apa adanya.
- Lakukan diskusi berdua, dengan segala kerendahan hati dan penuh cinta. Bahaslah tentang pembagian peran sebagai pekerja profesional, sebagai pasangan, dan sebagai orang tua. Bagaimana menata ruang kerja dan waktu kerja. Serta berbagai hal lainnya berkaitan dengan bekerja di rumah saat WFH.
- Temukan solusi bersama tentang pemenuhan kebutuhan dasar keluarga. Jika harus meningkatkan pendapatan, bagaimana caranya. Jika harus menurunkan standar hidup, apa saja yang harus dikurangi. Temukan solusi dan kesepakatan bersama tentang hal ini. Kemudian terapkan bersama dengan penuh kasih.
Konsultasi Permasalahan Suami-Istri
Ketika Anda dan pasangan Anda menyadari adanya permasalahan pada pernikahan ataupun keluarga Anda. Meskipun Anda selalu berusaha menemukan solusinya, namun Anda merasa perlu pendapat dari konselor profesional. Dimana dengan pengalaman dan wawasan keilmuannya bisa membantu Anda melihat permasalahan dari sudut pandang baru. Sehingga Anda dan pasangan Anda bisa lebih bahagia kedepannya. Anda bisa menghubungi LAYANAN KONSULTASI KELUARGA Kata Okta Kartika (SILAHKAN KLIK DISINI).
Konselor layanan ini adalah sepasang suami istri, yang sama-sama merupakan konselor profesional dan memiliki latar belakang pendidikan psikologi. Yakni Okta dan Kartika. Sehingga konselor bisa memahami apapun sudut pandang Anda terhadap masalah, baik Anda sebagai suami (laki-laki) dan sebagai istri (perempuan). Mengingat laki-laki dan perempuan memiliki sudut pandang dan solusi yang berbeda pada masalah yang sedang terjadi. Khususnya dalam WFH Cofid saat ini.
Konsultasi / Curhat Khusus Perempuan
Jika Anda adalah seorang istri ataupun calon istri, seorang ibu ataupun calon ibu. Pasti Anda ingin endapan emosi yang lama terpendam bisa Anda curahkan. Dengan leluasa dan aman tentunya. Sehingga hati Anda menjadi lebih lega. Dan kebahagiaanpun mudah merasuki kalbu Anda.
Perlu kita memahami bersama, bahwa perempuan adalah tiang keluarga. Jika sitri atau ibu dalam sebuah rumah tangga memiliki kondisi kebahagiaan yang cukup, maka seisi rumah akan pula menikmati kebahagiaan. Namun sebaliknya, jika perempuan di rumah tangga sering merasa gundah gulana. Maka seisi rumah pun akan menerima dampak buruknya.
Lakukan KONSULTASI / CURHAT KHUSUS PEREMPUAN dengan konselor yang juga perempuan dan profesional, Kartikanita Widyasari. Nikmati kelegaan hati setelah berkonsultasi dan menemukan dukungan moral untuk selalu mencapai kehidupan yang lebih bahagia. |appointment KONSULTASI PEREMPUAN klik disini|
=oki=